Senin, 25 Mei 2015

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BBLR, ASFIKSIA, SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN, PERDARAHAN TALI PUSAT DAN IKTERUS

Diposting oleh Siti Faridhotun Rizkiyana di 09.15


MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI
BBLR, ASFIKSIA, SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN, PERDARAHAN TALI PUSAT DAN IKTERUS

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita
Dosen Pembimbing : Pujiati, S.ST, M.Kes






Disusun Oleh :
1.      Candra Indriyani              NIM : 1301077
2.      Nuri Zahrotul M.              NIM : 1301086
3.      Rina Puji Lestari               NIM : 1301088
4.      Siti Faridhotun R.             NIM : 1301090


AKADEMI KEBIDANAN KH.PUTRA BREBES
Yayasan Pondok Pesantren Al - Hikmah 1
Jln. Raya Benda – Sirampog, Brebes 52272
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA dengan judul “ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI
BBLR, ASFIKSIA, SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN, PERDARAHAN TALI PUSAT DAN IKTERUSini dapat terselesaiakan semaksimal mungkin, walaupun mengalami brbagai kesulitan.
            Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu, bukan karena usaha dari kami selaku penulis, melainkan banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu kami baik itu dosen kami dan semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
            Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami selaku penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tugas kami selanjutnya.
            Demikian kami selaku penulis makalah, mohon maaf bila dalam pembuatan makalah ini ada hal-hal yang kurang berkenan. Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.


Benda, 10 Oktober 2014




Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr (sampai dengan 2.499 gram). Bertahun-tahun lamanya bayi baru lahir berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram disebut bayi prematur. Pembagian menurut berat badan ini sangat mudah tetapi tidak memuaskan. Lama kelamaan ternyata bahwa morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya tergantung pada berat badannya, tetapi juga pada maturitas bayi itu.
Gruenuozid mengatakan bahwa bila digunakan definisi yang lama 30% - 40% dari bayi perempuan sebenarnya sudah mempunyai masa gestasi 37-38 minggu. Selain itu di negera yang masih berkembang batas 2500 gr sebagai bayi prematur. Mungkin terlalu tinggi karena berat badan lahir yang rata-rata yang lebih rendah.
Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor
terpenting yang dapat menghambat bayi baru lahir terhadap kehidupan extra
uterin. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis
menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Dragc and Berendes 1966
yang mendapatkan bahwa scor apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang
tinggi.
Hasil Survey di RSUD dapat diketahui angka kejadian asfiksia berat pada periode 2007 sebanyak 160 dari angka kelahiran hidup 10.000, sehingga didapat angka kejadian asfiksia berat sebesar 1,6 %.
Penyebab utama kematian bayi baru lahir / neonatal (0 - 1 bulan) di Indonesia menurut hasil survei kesehatan Nasional 2001 dan kasus asfiksia ini merupakan kasus no. 2 dari penyebab kematian bayi sebesar 25 %.
Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan otot-otot pernapasan pada inspirasi.
Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur). Insidens pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan sering lebih terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan (Nelson, 1999). Selain itu, kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya : Ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum.
Tali pusat atau funiculus umbilicalis adalah saluran kehidupan bagi janin selama dalam kandungan. Dikatakan saluran kehidupan karena saluran inilah yang selama kehamilan menyuplai zat-zat gizi dan oksigen ke janin. Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan lagi sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit.
Waktu terbaik untuk pengikatan tali pusat telah menjadi perdebatan selama beberapa dasawarsa dan definisi pengikatan tali pusat dini serta tertunda bervariasi. Namun saat ini, menurut ulasan kolaborasi Cochrane sebagian besar peneliti mendefinisikan pengikatan tali pusat dini bila dilakukan dalam 15 detik setelah lahir, sedangkan tertunda jika dilakukan 45 detik sampai 5 menit setelah lahir dimana pada rentang waktu tersebut terjadi perpindahan darah yang bermakna dari plasenta ke bayi (Kusmiyati, 2009).
Ikterik merupakan salah satu dari beberapa masalah yang sering timbul baik pada bayi baru lahir maupun pada bayi. Peran bidan dan masyarakat atau ibu adalah bagian penting dalam mengatasi masalah bayi, oleh karena bidan dan ibu harus dapat melakukan penanganan dan mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut, khususnya masalah neonatus dan bayi yang ikterus. Gejala ini sangat umum terjadi pada bayi baru lahir antara usia satu sampai tujuh hari. Bahkan ada sekitar 60% pada bayi yang lahir cukup bulan dan 80% pada bayi yang lahir kurang bulan.
B.     Tujuan Masalah
1.      Tujuan Umum
Diharapkan setelah membaca makalah ini, kita dapat menambah pengetahuan secara detail dan dapat menerapkan Asuhan Kebidanan pada bayi dengan BBLR, Asfiksia, Sindrom Gangguan Pernafasan, Perdarahan Tali Pusat dan Ikterik.
2.      Tujuan Khusus
Diharapkan setelah membaca makalah ini, dapat :
a.       Memahami pengertian BBLR, Asfiksia, Sindrom Gangguan Pernafasan, Perdarahan Tali Pusat dan Ikterik.
b.      Memahami penyebab BBLR, Asfiksia, Sindrom Gangguan Pernafasan, Perdarahan Tali Pusat dan Ikterik.
c.       Memahami tanda dan gejala BBLR, Asfiksia, Sindrom Gangguan Pernafasan, Perdarahan Tali Pusat dan Ikterik.
d.      Memahami cara penanganan dan pentalaksanaan Asuhan Kebidanan pada bayi dengan BBLR, Asfiksia, Sindrom Gangguan Pernafasan, Perdarahan Tali Pusat dan Ikterik.
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BERAT LAHIR RINGAN ( BBLR )
A.    Pengertian BBLR
BBLR adalah berat badan bayi lahir yang kurang dari 2500 gr, karena kehamilan kurang dari 37 minggu atau umur kehamilan cukup bulan tetapi berat badan bayi kurang dari 2500 gr.
BBLR adalah bayi yang lahir berat badan < 2500 gram (Dep Kes RI, 2002 : 23)
Pada kongres “Europgen Perinatal Medicine ke-2 di London (1970)” telah diusulkan definisi sebagai berikut :
1.         Bayi kurang bulan adalah bayi yang masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari)
2.         Bayi cukup bulan ialah bayi dengan masa kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu (59-295 hari)
3.         Bayi lebih bulan ialah bayi dengan masa kehamilan 42 minggu atau lebih.
Dari pengertian diatas BBLR dapat dibagi 2 golongan yaitu :
a.       Prematur murni
Masa gestasi < 37 minggu, BB sesuai untuk masa gestasi, atau bisa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
b.      Dismatur
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari seharusnya untuk masa gestasi. Berarti bayi mengalami telat dari pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.

B.     Penyebab BBLR
1.       Faktor Ibu
a.       Gizi saat hamil kurang
b.      Umur < 20 tahun / lebih 35 tahun
c.       Jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat.
d.      Ibu pendek, tinggi badan < 150 cm
e.       Penyakit menahun ibu, hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok dan narkotik.
2.      Faktor kehamilan
a.       Kehamilan hidramnion
b.      Hamil ganda
c.       Perdarahan antepartum
d.      Komplikasi kehamilan, preeklamsi, KPD
3.      Faktor janin
a.    Cacat bawaan
b.    Infeksi dalam rahim
c.    Gangguan metabolisme pada janin.
4.      Faktor lain
a.    Radiasi
b.    Bahan heterogen/ karsinogenik.

C.    Tanda dan Gejala BBLR
1.      Sistem pernafasan
a.         Apnea
b.         Ritme dan dalamnya pernafasan cenderung tidak teratur
c.         Timbul sianosis
d.        Frekuensi nafas 60-80 x/menit
2.      Sistem sirkulasi
a.       Kerja jantung lemah dan lamba
b.      Cenderung ditemukan aritmie  
c.       Nadi antara 100-160 x/menit
d.      Tekanan darah rendah (sistole 45-60, diastole 30-45 mmHg)
e.       Sirkulasi perifer seringkali buruk dan dinding pembuluh darah lemah.
3.      Pengendali suhu
Suhu tubuh cenderung sub normal karena produksi panas yang buruk dan peningkatan kehilangan panas.
4.      Sistem pencernaan
a.       Reflek menghisap dan menelan lemah
b.      Sering terjadi regurgitasi
5.      Sistem urinaria
a.       Urin sedikit
b.      GFR (flumerulus Filtrate Rate) menurun
c.       Sering terjadi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
6.      Sistem persyarafan
a.       Tangisan lemah
b.      Pusat pengendali fungsi vital kurang berkembang
c.       Sulit dibangunkan.
7.      Sistem Genetal
a.         Genetal kecil
b.        Pada laki-laki, testis masih terdapat dalam abdomen, kanalis ingunalis atau skrotum
c.         Pada wanita, labia minor tidak ditutupi oleh labia mayor.       
8.      Sebelum bayi lahir
a.         Pada anemnese sering kali dijumpai adanya riwayat abortus,partus prematurus dan lahir mati
b.        Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan
c.         Pertumbuhan BB ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya.
9.      Setelah lahir
a.         Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu jaringan lemak bawah kulit sedikit, tulang tengkorak lunak mudah bergerak, abdomen buncit, menangis lemah, kulit tipis, mudah dan transparan.
b.        Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya karena itu sangat peka terhadap gangguan pernafasan dan hipotermi.

D.    Pemeriksaan Penunjang
a.         Hb/ Ht menurun
b.         Serum glukosa menurun
c.         Elektrolit (Na, K, Cl) dalam batas normal
d.        BGA, asidosis
e.         Trombositopenia
f.          Serum kalsium turun.
E.     Komplikasi
Beberapa penyakit yang ada hubungannya dengan bayi prematur yaitu :
a.         Sindrom gangguan pernapasan idiopatik disebut juga penyakit membran hialin karena pada stadium terakhir akan terbentuk membran hialin yang melapisi alveoulus paru.
b.         Pneumonia Aspirasi
Disebabkan karena infeksi menelan dan batuk belum sempurna, sering ditemukan pada bayi prematur.
c.         Perdarahan intra ventikuler
Perdarahan spontan diventikel otot lateral biasanya disebabkan oleh karena anoksia otot. Biasanya terjadi kesamaan dengan pembentukan membran hialin pada paru. Kelainan ini biasanya ditemukan pada atopsi.
d.        Hyperbilirubinemia
Bayi prematur lebih sering mengalami hyperbilirubinemia dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan faktor kematangan hepar sehingga konjungtiva bilirubium indirek menjadi bilirubium direk belum sempurna.
e.         Masalah suhu tubuh
Masalah ini karena pusat pengeluaran nafas badan masih belum sempurna. Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapan bertambah. Otot bayi masih lemah, lemak kulit kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan. Kemampuan metabolisme panas rendah, sehingga bayi BBLR perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan sekitar (36,5 – 37,5 0C)
(Manuaba, 1998 : 328)
F.     Penatalaksanaan
Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinan yang terjadi pada bayi prematur, maka perawatan dan pengawasan bayi prematur ditujukan pada pengaturan nafas pemberian makanan bayi dan menghindari infeksi.
1.      Pengaturan suhu badan bayi prematur / BBLR
Bayi prematur harus dirawat pada incubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim.
2.      Makanan pada bayi prematur
Alat pencernaan bayi prematur belum sempurna sehingga pemberian minum secara bertahap. Sekitar 3 jam setelah lahir dengan didahului menghisap cairan lambung, ASI merupakan makanan paling utama sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan dengan diminumkan melalui sendok sedikit demi sedikit atau dengan memasang sonde lambung. (Manuaba, 1998 : 238).

3.      Bayi mudah terjadi pneomonia aspirasi, maka pemberian minum pada bayi BBLR dilakukan dengan :
a.       Bayi diletakkan pada sisi kanan atau posisi setengah duduk di pangkuan perawat/ ibu atau posisi tidur dengan kepala dan bahu ditinggikan 300 untuk membantu pengosongan lambung.
b.      Sebelum susu diberikan, diteteskan dulu di punggung tangan untuk merasakan apakah susu cukup hangat dan keluarnya satu tetes setiap detik.
c.       Pada waktu minum harus diperhatikan apakah ada tanda-tanda gangguan pernafasan atau perut kembung.












ASUHAN KEBIDANANAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA
A.      Pengertian Asfiksia
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat benafas secara spontan dan segera setelah lahir yang disertai dengan keadaan hipoksia hyperkanoe dan berakhir dengan asidosis.
Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan CO2 dan asidosis.
Asfiksia berat adalah BBL tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur sampai apnoe.
Asfiksia neonaturum adalah adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan    dan    teratur, sehingga    dapat    menurunkan    O2    dan    makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
B.       Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Asfiksia
1.      Faktor Maternal
Faktor yang dapat menyebabkan asfiksia adalah :
a.       Penyakit kronis
b.      Perdarahan ante partum Penyakit infeksi
c.       Ketuban pecah dini
2.      Faktor Neonatal
Faktor neonatal yang dapat menyebabkan asfiksia adalah :
a.       Kelainan letak
b.      Distorcia
c.       Hidramnion
d.      Lahir prematur
e.       Berat Badan Lahir rendah (BBLR)
f.       Ketuban bercampur mekonium
3.      Faktor tali pusat
a.       Kelainan tali pusat
b.      Tali pusat pendek
4.      Faktor placenta
a.       Solutio placenta
C.      Karakteristik dan Tanda-tanda Gejaia Bayi dengan Asfiksia
1.      Asfiksia Ringan
APGAR Score           : 6
Refleks                       : Moro             (+) baik
                                         Grafing           (+) baik
                                         Menghisap      (+) baik
2.      Asfiskia Berat
APGAR Score           : 4 - 6
Refleks                      : Moro              (+) baik
                                         Grafing            (+) baik
                                         Menghisap       (+) baik
3.      Asfiksia Berat
APGAR Score           : 0-3
Refleks                     : Moro              lemah
Grafing            lemah
Menghisap      lemah 
D.      Penanganan Asfiksia
1.      Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbullah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2    ini terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi   lagi   maka   timbulah   kini   rangsang   dari   nervus   vagus simpatikus sehingga mengakibatkan DJJ menjadi lebih cepat, akhirnya ireguler dan menghilang. Secara klinis tanda-tanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari  160 x/menit atau kurangdari  100 x/menit, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
2.      Kekurangan O2 juga merangsang usus sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin asfiksia.
3.      Janin akan mudah mengadakan pernafasan intra uterine dan apabila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam para.  ronkus tersumbat dan akan terjadi atelektasis bila janin lahir alveoli tidak berkembang.




E.       Penatalaksanaan Asfiksia
1.      Mencegah Kehilangan Panas
a.         Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hangat.
b.         Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi dikeringkan   dengan   menggunakan   handuk   atau   selimut   hangat (Apabila diperlukan penghisapan lendir mekonium, dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap dari trakhea)
c.         Untuk bayi yang sangat kecil (BB kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan untuk menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
2.      Meletakkan bayi dalam posisi yang benar
a.       Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi)
b.      Untuk mempertahankan leher agar tetap tengadah, letakkan handuk atau   selimut   yang   digulung   dibawah   bahu   bayi,   sehingga   bahu terangkat % sampai 1 inci (2-3 cm)
3.      Membersihkan jalan nafas
a.       Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul dimulut dan tidak difaring bagian belakang.
b.      Mulut dibersihkan dahulu dengan maksud :       
1)        Cairan tidak teraspirasi
2)        Hisapan pada hidung akan menimbulkan penafasan megap-megap (gasping)
3)        Apabila  mekonium  kental  dan bayi  mengalami  depresi  harus dilakukan penghisapan dari trakhea dengan menggunakan pipa endotrakhea (pipa ET)
4.       Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi
a.         Usaha bernafas
b.        Frekuensi denyut jantung
c.         Warnakulit
5.        Menilai usaha bernafas
a.       Apabila bayi bernafas spontan dan memadai lanjutkan dengan menilai frekuensi denyut jantung
b.      Apabila   bayi   mengalami   apnu   atau   sukar   bernafas   dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi   atau  menggosok-gosok  punggung  bayi   sambil   memberikan oksigen     
c.       Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan taktil, mulailah pemberian VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
d.      Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari tabung oksigen). Kecepatan aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit, apabila sungkup tidak tersedia oksigen 100% persen diberikan melalui pipa yang ditutupi tangan diatas muka bayi dan aliran oksigen tetap terkonsentrasi pada muka bayi. Untuk mencegah kehilangan panas dan pengeringan  mukosa  saluran  nafas,  oksigen  yang  diberikan perlu dihangatkan dan dilembabkan melalui pipa berdiameter besar.
6.      Menilai frekuensi denyut jantung bayi
a.         Segera setelah bayi lahir, segera lakukan penilaian frekuensi denyut jantung bayi
b.          Apabila frekuensi denyut jantung bayi kurang dari 100 x/menit, walaupun bayi bernafas spontan. menjadi indikasi untuk dilakukan VTP
7.      Menilai warna kulit bayi
a.         Penilaian warna kulit diiakukan apabila bayi benafas apontan dan frekuensi denyut jantung bayi lebih dari 100 x/menit.
b.          Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen tetap diberikan.
c.         Apabila  terdapat   sianosis  perifer,   oksigen   tidak   perlu  diberikan. Sianosis perifer disebabkan oleh karena peredaran darah yang masih lamban.
8.        Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
a.       VTP dilakukan dengan sungkup dan balon resusitasi atau dengan sungkup dan tabung.
b.       Kecepatan ventilasi 40-60 kali/menit
c.       Tekanan ventilasi untuk nafas pertama 30-40 cm H2O setelah nafas pertama memburuhkan tekanan 15-20 cm H2O.
d.      Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas dikedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang bena Apabila   dengan   tahapan   diatas   dada   bayi   masih   tetap   kurang berkembang,  sebaiknya dilakukan  inkubasi endotrakheal  (ET) dan ventilasi pipa ET-balon. 

9.      Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP
a.       Frekuensi  denyut jantung  bayi  dinilai   setelah  selesai  melakukan
ventilasi 15-20 detik pertama.
b.      Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori yaitu :
1)       Lebih dari 100 x/menit
2)      Antara 60-100 x/menit
3)      Kurang dari 60 x/menit
c.       Apabila frekuensi denyut jantung bayi >  100 x/menit bayi mulai bernafas  spontan.   Dilakukan  rangsangan  taktil  untuk  merangsang frekuensi dan dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan dan oksigen arus   bebas diberikan, jika wajah bayi tampak merah oksigen dapat dikurangi secara bertahap. Apabila pernafasan spontan dan adekuat terjadi lanjutkan VTP.
d.      Apabila frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 x/menit. VTP dilanjutkan dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi. Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 x/menit, dimulai kompresi dada bayi.
e.       Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 x/menit, VTP dilanjutkan, periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang diberikan benar 100% segera dimulai kompresi dada bayi
10.  Memasang Kateter orogastrik
a.       VTP balon dan sungkup lebih lama dari 2 menit harus dipasang
kateter orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, karena selama ventilasi udara dari orofaring dapat masuk ke oesofagus dan lambung
b.      Alat yang dipakai adalah pipa orogastrik no. 8F semprit 20 ml.
11.  Kompresi dada
a.       Kompresi dada dilakukan 1/3 bagian bawah tulang dada dibawah garis khayal yang dapat menghubungkan kedua puting susu bayi, hati-hati jangan menekan prosesus sifadeus
b.      Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit adalah 90 kompresi dada dan 30 ventilasi  (3   :   1). Dengan demikian kompresi dada dilakukan 3 kali dalam 1,5 detik dan Vi detik untuk ventilasi 1 kali.
12.   Memberikan obat-obatan
 Obat-obatan diberikan apabila :
a.       Frekuensi jantung bayi tetap dibawah 60 permenit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%). Dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
b.      Dosis obat didasarkan pada berat bayi (ditaksis)
c.       Vena umbilikus adalah tempat yang dipilih untuk pemberian obat
d.      Epinefrin  ialah  obat pertama  yang  diberikan.   Dosis  0,1   -  0,3 ml/kg BB untuk larutan berkadar 1 : 10.000 diberikan IV atau melalui pipa endotrakeal
e.       Volume     expanders     digunakan     untuk     menanggulangi     efek hipovolemia. Dosis 10 ml/kg BB diberikan intra vena (IV) dengan kecepatan pemberian selama waktu 5 sampai 10 menit
13.   Keputusan untuk menghentikan resusitasi kardiopulmonal
a.       Resusitasi kardiopulmonal dihentikan apabila setelah 30 menit tindakan resusitasi dilakukan tidak ada respon dari bayi.

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI
DENGAN SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN
A.    Pengertian Sindrom Gangguan Pernafasan
Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas (Respiratory Distress Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995). Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane disease (HMD) atau penyakit membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.
Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan otot-otot pernapasan pada inspirasi.
RDS sering ditemukan pada bayi  prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah pula kejadian RDS atau sindrome gangguan napas.
Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur). Insidens pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan sering lebih terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan (Nelson, 1999). Selain itu, kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya : Ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum.
B.     Penyebab Sindrome Gangguan Pernapasan
Sindrom gangguan pernapasan dapat disebabkan karena :
1.      Obstruksi saluran pernapasan bagian atas (atresia esofagus, atresia koana bilateral)
2.      Kelainan parenkim paru (penyakit membran hialin, perdarahan paru-paru)
3.      Kelainan di luar paru (pneumotoraks, hernia diafragmatika)
C.    Tanda dan Gejala Sindrom Gangguan Pernapasan
Tanda dan gejala sindrom gangguan pernapasan sering disertai riwayat asfeksia pada waktu lahir atau gawat janin pada akhir kehamilan. Adapun tanda dan gejalanya adalah :
a.         Timbul setelah 6-8 jam setelah lahir
b.        Pernapasan cepat/hiperapnea atau dispnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali/menit
c.         Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
d.        Sianosis
e.         Grunting (terdengar seperti suara rintihan) pada saat ekspirasi
f.             Takikardia yaitu nadi 170 kali/menit
                                                                                                          




D.    Klasifikasi Sindrom Gangguan Pernapasan
Sindrom gangguan pernapasan terbagi menjadi tiga yaitu :
1.      Gangguan napas berat
Dikatakan gangguan napas berat bila :
Frekuensi napas dari 60 kali/menit dengan sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi
2.      Gangguan napas sedang
Dikatakan gangguan napas sedang apabila :
Pemeriksaan dengan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis sentral
3.      Gangguan napas ringan
Dikatakan gangguan napas ringan apabila :
Frekuensi napas 60-90 kali/menit tanda tarikan dinding tanpa merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral
E.     Penatalaksanaan pada Sindrome Ganguan Pernapasan
Bidan sebagai tenaga medis di lini terdepan diharapkan peka terhadap pertolongan persalinan sehingga dapat mencapai well born baby dan well health mother. Oleh karena itu bekal utama sebagai Bidan adalah :
1.         Melakukan pengawasan selama hamil
2.         Melakukan pertolongan hamil resiko rendah dengan memsnfaatkan partograf WHO
3.         Melakukan perawatan Ibu dan janin baru lahir
Berdasarkan kriteria nilai APGAR maka bidan dapat melakukan penilaian untuk mengambil tindakan yang tepat diantaranya melakukan rujukan medik sehingga keselamatan bayi dapat ditingkatkan. Penatalaksanaan RDS atau Sindrom gangguan napas adalah sebagai berikut:
1.        Bersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap lendir dan kasa steril
2.        Pertahankan suhu tubuh bayi dengan membungkus bayi dengan kaki hangat
3.        Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi agar bayi dapat bernafas dengan leluasa
4.        Apabila terjadi apnue lakukan nafas buatan dari mulut ke mulut
5.         Longgarkan pakaian bayi
6.        Beri penjelasan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk ke rumah sakit
7.        Bayi rujuk segera ke rumah sakit
Penatalaksanaan medik maka tindakan yang perlu dilakukan adalah sebagsai berikut :
1.        Memberikan lingkungan yang optimal
2.        Pemberian oksigen, tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang.
3.        Pemberian cairan dan elektrolit (glukosa 5% atau 10%) disesuaikan dengan berat badan (60-125 ml/kgBB/hari) sangat diperlukan untuk mempertahankan homeostatis dan menghindarkan dehidrasi
4.        Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
5.        Pemberian surfaktan oksig.
F.     Cara Mencegah Terjadinya Sindrom Gangguan Pernapasan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru yang belum sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya belu sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan amnion.
Untuk mencegah sindrom gangguan pernapasan juga dapat dilakukan dengan segera melakukan resusitasi pada bayi baru lahir, apabila bayi :
1.      Tidak bernapas sama sekali/bernapas dengan mengap- mengap
2.      Bernapas kurang dari 20 kali/menit











ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI
DENGAN PERDARAHAN TALI PUSAT
A.    Pengertian Perdarahan Tali Pusat
Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan trombus normal. Selain itu, perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit pada bayi.

B.     Penyebab Perdarahan Tali Pusat
Perdarahan tali pusat dapat terjadi karena robekan umbilkus, robekan pembuluh darah, setelah plcenta previa, dan abrupsio placenta.
1.      Robekan umbilikus normal, yang biasanya terjadi karna :
a.       Partus presipitatus
b.      Adanya trauma ataulilitan tali pusat
c.       Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada saat persalianan.
d.      Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus atau plasenta sewaktu SC.
2.      Robekan umbilikus normal, biasanya terjhadi karna :
a.       Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematoma tersebut pecah, namun perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam  plasenta. Hal ini sangat berbahaya bagi bayi karna dapat menimbulkan kematian pada bayi.
b.      Varises juga dapat menyebabkan perdarahan ketika varises tersebut pecah.
c.       Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus, yaitu terjadi pelebaran pembuluh darah setempat saja karna salah dalam proses perkembangan atau terjadi kemunduran dinding pembuluh darah. Pada aneurisma, pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah rapuh dan mudah pecah.
3.      Robekan pembuluh darah abnormal
Pada kasus robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma, hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomi pembuluh darah seperti berikut ini :
a.       Pembuluh darah abdomen yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak ada perlindungan jely wharton.
b.      Insersi velamentosa tali pusat, yaitu pecanya pembuluh darah pada percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya plasenta. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat pada kehamilan ganda.
c.       Plasenta multilobularis, perdarahan terjadi pada pembuluh darah yang menghubungkan masing – masing lobus dengan jaringan plasenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan mudah pecah.
4.      Perdarahan akibat plasenta previa dan aprupsio plasenta
Perdarahan akibat placenta previa dan abrupsio plasenta dapat membahayakan bayi. Plasenta previa cendrung menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus abrupsio plasenta lebih sering mengakibatkan kematian intrauterin karena dapat terjadi anoreksia. Lakukan pengamatan plasenta dengan teliti untuk menentukan adanya perdarahan pada bayi baru lahir dan lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala pada bayi barui lahir dengan kelainan placenta atau dengan SC.
C.    Gejala perdarahan tali pusat
1.      Ikatan tali pusat lepas atau klem pada tali pusat lepas tapi masih menempel pada tali pusat.
2.      Kulit di sekitar tali pusat memerah dan lecet.
3.      Ada cairan yang keluar dari tali pusat. Cairan tersebut bisa berwarna kuning, hijau, atau darah.
4.      Timbul sisik di sekitar atau pada tali pusat.
D.    Faktor Resiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral (warfarin), obat-obat antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin), obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin), sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada bayi kurang bulan), gangguan fungsi hati (kolestasis), kurangnya asupan vitamin K dapat terjadi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu asupan vitamin K yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare kronik.




E.     Penatalaksanaan Perdarahan Tali Pusat
1.      Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi.
2.      Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi pada tali pusat, yaitu :
a.       Jaga agar tali pusat tetap kering setiap saat. Kenakan popok di bawah tali pusat.
b.      Biarkan tali pusat terbuka, tidak tertutup pakaian bayi sesering mungkin.
c.       Bersihkan area di sekitar tali pusat. Lakukan setiap kali Anda mengganti popok. Gunakan kapas atau cotton bud dan cairan alkohol 70% yang dapat dibeli di apotek.
d.      Angkat tali pusat dan bersihkan tepat pada area bertemunya pangkal tali pusat dan tubuh. Tidak perlu takut hal ini akan menyakiti bayi Anda. Alkohol yang digunakan tidak menyengat. Bayi akan menangis karena alkohol terasa dingin. Membersihkan tali pusat dengan alkohol dapat membantu mencegah terjadinya infeksi. Hal ini juga akan mempercepat pengeringan dan pelepasan tali pusat.
e.       Jangan basahi tali pusat sampai tidak terjadi pendarahan lagi. Tali pusat akan terlepas, dimana seharusnya tali pusat aka terlepas dalam waktu 1-2 minggu. Tapi, yang perlu diingat adalah jangan menarik tali pusat, walaupun sudah terlepas setengah bagian.
f.       Hindari penggunaan bedak atau losion di sekitar atau pada tali pusat.


3.      Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukan rujukan. Hal ini dilakukan bila terjadi gejala berikut:
a.       Tali pusat belum terlepas dalam waktu 3 minggu.
b.      Klem pada pangkal tali pusat terlepas.
c.       Timbul garis merah pada kulit di sekitar tali pusat.
d.      Bayi menderita demam.
e.       Adanya pembengkakan atau kemerah-merahan di sekitar tali pusat.
f.       Timbul bau yang tidak enak di sekitar tali pusat.
g.      Timbulnya bintil-bintil atau kulit melepuh di sekitar tali pusat.
h.      Terjadi pendarahan yang berlebihan pada tali pusat. Pendarahan melebihi ukuran luasan uang logam.
i.        Pendarahan pada tali pusat tidak berhenti walaupun sudah di tekan.

                                      
                                             







ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI DENGAN IKTERIK
A.    Pengertian Ikterik
Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pada kulit konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin. Gejala ini seringkali ditemukan terutama pada bayi kurang bulan atau yang menderita suatu penyakit yang bersifat sismetik. (Abdoerrachman, H, dkk.1981 Kegawatan pada anak. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia)
B.     Pendekatan Untuk Mengetahui Penyebab Ikterus Pada Neonatus
Etiologi ikterus pada neonatus kadang-kadang sangat sulit untuk ditegakkan. Seringkali faktor etiologinya jarang berdiri sendiri. Untuk memudahkan maka dapat dipakai pendekatan tertentu dan yang mudah dipakai ialah menurut saat terjadinya ikterus :
1.         Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun  sebagai berikut :
a.       Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
b.      Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, sifilis, dan kadang-kadang bakteria)
c.        Kadang-kadang oleh defisiensi enzim G6PD




Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah :
a.       Kadar bilirubin serum berkala
b.      Darah tepi lengkap
c.       Golongan darah ibu dan bayi
d.      Tes coombs
e.       Pemeriksaan strining defiensi enzim  G6PD, biarkan darah atau biopsi hepar bila perlu
2.         Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir.
a.       Biasanya ikterus fisiologik
b.      Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg % per 24 jam.
c.       Defiensi enzim G6PD atau enzim eritrosit lain, juga masih mungkin.
d.      Polisitemia
e.       Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subapeneurosis, perdarahan hepar, subkapsula dan lainnya).
f.       Hipoksia
g.      Sfersitosis, eliptositosis dan lain-lain
h.      Dehidrasi- asidosis


Pemeriksaan yang perlu dilakukan, Bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat :
a.         Pemeriksaan darah tepi
b.         Pemeriksaan darah bilirubin berkala
c.         Pemeriksaan skrining enzim G6PD
d.        Pemeriksaan lain-lain dilakukan bila perlu
3.         Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
a.       Biasanya karena infeksi (sepsis)
b.      Dehidrasi dan asiolosis
c.       Defisiensi enzim G6PD
d.      Pengaruh obat-obat
e.       Sindroma Criggler-najjar
f.       Sindroma Gilbert 
4.      Ikterus yang timbul pada akhir mingu pertama dan selanjutnya
a.       Biasanya karena ikterus obstruktif
b.      Hipotiroidisme
c.        “ Breast milk jaundice”
d.      Infeksi
e.       Hepatitis neonatal
f.       Galaktosemia
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan :
a.     Pemeriksaan bilirubin berkala
b.    Pemeriksaan darah tepi
c.     Skrining enzim G6PD
d.    Biarkan darah, biopsi hepar bila ada indikasi
e.     Pemeriksaan lain-lain yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab
C.    Penatalaksanaan
1.       Ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologik ialah :
a.       Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
b.      Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 10 mg % pada bayi cukup bulan dan 12,5 % pada bayi kurang bulan.
c.       Ikterus dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg % per hari
d.      Ikterus yang sudah menetap sesudah 1 minggu pertama
e.       Kadar bilirubin direk melebhi 1 mg %.
f.       Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patalogik lain yang telah diketahui.
2.      Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a.       pengawasan antenatal yang baik
b.      Menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi, pada masa kehamilan dan kelahiran misalnya : Sulfafurazol, oksitosin dan lain-lain.
c.       Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonates
d.      Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
e.       Imunisasi yang baik bangsal bayi baru lahir
f.       Pemberian makanan yang dini
g.      Pencegahan infeksi
3.      Mengatasi Hiperbilirubinemia
a.       Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital. Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti, mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu ± 2 hari sebelum kelahiran bayi.
b.      Memberikan substrat yang kurang untuk tranportasi atau konjugasi. Contohnya ialah pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubin bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 30 ml/kg BB. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.
c.       Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat. Walaupun demikian fototerapi tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca tranfusi tukar alat fototerapi dapat dibuat sendiri.
4.      Pengobatan Umum
Pengobatan terhadap etiologi atau faktor-faktor penyebab bagaimana mungkin dan perwatan yang baik. Hal-hal lain perlu diperhatikan ialah : Pemberian makanan yang dini dengan cairan dan kalori cukup dan iluminasi (penerangan) kamar dan bangsal bayi yang baik.

5.      Tindak lanjut
Sebagai akibat hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut   ini :
a.         Evaluasi berkala pertumbuhan dan perkembangan
b.         Evaluasi berkala pendengaran
c.         Fisioterapi dan rehabilitas bila terdapat gejala sisa
6.      Therapi Obat
    1. Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
    2. Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
BBLR adalah berat badan bayi lahir yang kurang dari 2500 gr, karena kehamilan kurang dari 37 minggu atau umur kehamilan cukup bulan tetapi berat badan bayi kurang dari 2500 gr.
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat benafas secara spontan dan segera setelah lahir yang disertai dengan keadaan hipoksia hyperkanoe dan berakhir dengan asidosis.
Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas (Respiratory Distress Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995).
Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan trombus normal. Selain itu, perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit pada bayi.
Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pada kulit konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin.
B.       Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat kesalahan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang positif dan membangun, guna penyusunan makalah kami berikutnya agar dapat tersusun lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Nanda, Nendria. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus BBLR. ( Online ) Tersedia : http://nendria-nanda.blogspot.com/2012/05/askeb-neonatus-dengan-bblr.html
Ningrahayu, Dwi. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Bayi dengan Asfiksia. ( Online ) Tersedia : http://dwiningrahayu.blogspot.com/2012/11/asuhan-kebidanan-pada-bayi-ny-m-dengan.html
Arum, Christy. 2012. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Sindrom Gangguan Pernafasan. ( Online ) Tersedia : http://sichesse.blogspot.com/2012/03/konsep-dasar-askeb-sindrom-ganguan.html
Hadi, Umniati. 2013. Perdarahan Tali Pusat. ( Online ) Tersedia : http://soniatrium.blogspot.com/2013/12/perdarahan-tali-pusat-pada-neonatus.html
Khoirotun Nisa, Novi. 2013. Asuhan Kebidanan Ikterus. ( Online ) Tersedia : http://novikhoirotununipdu.blogspot.com/2013/01/askeb-ikterus.html
Diakses pada tanggal 01 Oktober 2014 jam 09.00 WIB s.d















0 komentar:

Posting Komentar

 

GMF ANA Endutz 10 Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos